Tuhan terimakasih telah kau bukakan mata hambamu ini,
Slama ini yang hamba anggap istana menjadi kandang Singa,
Sedangkan yang hamba anggap neraka ternyata memberikan berjuta makna hidup,
Sesal memang selalu datang pada akhir dan kecewa terjadi setelah apa yang kita harapkan tidak terjadi. Orang diluar tak pernah mau tau apa yang kita inginkan, yang tau keinginan kita ya kita sendiri sebenarnya. Aku baru sadar bahwa disekelilingku banyak sekali bau busuk yang mulai tercium. Di saat aku ingin berubah menjadi lebih baik malah justru lingkungan disekelilingku adalah busuk. Aku memang masih labil saat ini belum dewasa, bahkan untuk mengetahui benar dan salah pun aku tak bisa. Disekitarku jalang, setan dan iblis selalu menghantui setiap detikku. Kemunafikan semakin merajalela, orang bermuka dua pun jadi penguasa keadaan. Politik abu-abu maupun hitam semakin terlihat. Aku bingung kepada siapa aku harus mengadu, kepada siapa aku harus berkeluh kesah, semua siluman rubah.
Persetan dengan mulut-mulut anjing yang suka menggonggong, yang mengaku berkualitas tinggi dan memandang rendah yang lain, yang menganggap dirinya professional dan paling sempurna. Mereka tak pernah kenal ketulusan dan kesetiakawanan. Teman dan musuh tiada beda semua adalah saingan. Masa bodoh dengan orang yang gila jabatan, ingin diperhatikan dan dipuja-puja bak dewa. Mereka tak lebih seorang penjilat buta.
Lalu aku harus bagaimana jika sekelilingku adalah pedang-pedang tajam, yang siap mencabik dagingku tiada ampun. Kini semakin jelas mana kawan mana lawan, muka-muka boneka yang bersikap manis bak madu namun hati iblis tetap kupelihara, kupupuk agar mereka semakin palsu, hingga mereka tak mampu lagi membedakan mana air mana api.
Aku serba salah dan selalu menjadi yang salah, aku benci harus mengulang-ulang kata ini dalam setiap tulisanku, namun memang demikianlah realitanya. Aku menjadi pihak serba salah, aku menjadi objek pencabikan, aku objek penumpasan dan sebentar lagi aku menjadi tumbal dari politik-politik hitam para yang mulia. Aku memang bodoh dan itu alasanku belajar, namun aku salah, sekelilingku bukan lingkungan yang tepat untuk belajar tapi lingkungan berebut simpati dan kekuasaan. Ya, semua kekuasaan, bukan hanya jabatan, kekuasaan situasi maupun pertemanan. Mereka-mereka yang mulia yang akan menyetir keadaan-keadaan ini. Dan orang-orang bodoh adalah tumbal dari kesalahan-kesalahan mereka.
Baru tau aku ada para yang mulia ini disekelilingku, para penghantu yang sangar. Aku kira ini komunitas surga yang awalnya menawarkan berjuta harapan. Setelah ku lalui aku dilepaskan begitu saja, tanpa sebuah senjatapun ku pegang. Padahal ini adalah Colloseum, dimana yang kuatlah yang bertahan bak pertarungan gladiator zaman romawi kuno. Namun yang ku hadapi bukan banteng ataupun binatang buas lainnya, ini lebih menyeramkan seribu kali lipat. Para penjilat dan muka-muka boneka. Kadang aku tak mampu bedakan apa sebenarnya ini. Aku kadang terpesona dengan muka bonekanya maupun lantunan mantra dari mulut racunnya. Aku terlalu dangkal menangkap kebusukan ini aku kira mereka malaikat.
Seorang kawan berkata “makanya jadi orang gak lugu-lugu banget, oon gak oon banget”. Mungkin benar kata-kata itu, karna aku memang tidak tau bagaimana caranya mengakali orang, aku tak bisa menjadikan orang lain sebagai tumbal kesalahanku. Jika aku salah ya aku yang bertangguang jawab jika aku benar ya aku yang senang. Namun teori ini tak berlaku untuk para yang mulia, kamu yang susah-susah aku yang nikmatin hasilnya kalau dipuji ya harus aku yang dapat pujian, tapi kalau salah ya kamu yang tanggung jawab. F***K !!! buat para yang mulia.
Akhirnya aku sadar komunitas awal yang menghantarkan pada makna hidup adalah komunitas itu. Yang benar-benar banyak ilmu yang aku serap dan bermanfaat tanpa teoritis yang kaku. Santai bahkan terkesan hura-hura. Justru aku pahami apa yang aku cari disana, komunitas yang aku marginalkan, komunitas yang aku anak tirikan, yang aku kadang benci namun aku sadar merekalah yang paling berarti secara professional. Jujur aku menyesal atas sikap tidak baikku kepada kalian selama ini terutama akhir-akhir ini. Sesungguhnya kalianlah keluargaku namun aku yang kadang berburuk sangka dan menjauhi kalian. Maaf yang sangat amat dalam terhadap kalian semua, aku telah jahat terhadap kalian selama ini, aku hanya menjadi beban dan selalu menyusahkan kalian. Aku sadar sindiran-sidiran dan amarah-amarah yang kalian lontarkan kepadaku adalah bentuk ketulusan kalian, karena kalian bukan para yang mulia yang munafik, karena aku salah dan kalian ingatkan diriku secara langsung kepada diriku tanpa ada kata kambing hitam dan tumbal. Aku sangat menyesal menyia-nyiakan kalian dan memandang sebelah mata.
Tuhan………….. terimakasih kau temukan aku dengan seorang kawan lama yang sempat menghilang dan kini membuka mataku, menganalisa keadaan yang sebenarnya terjadi di sekelilingku.
Terimakasih kawan semoga Tuhan mu selalu menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya kepadamu….
0 komentar:
Posting Komentar